Menguji Keorisinilan “Mahkota” Seorang Wanita, Efektif kah ?

Diposting oleh Arlini , 21 Juni 2011 21.6.11

........here me

Mengelus dada memang, ketika menyaksikan kalangan muda mudi jagat ini tak lagi memandang virginitas penting untuk dijaga. Aku sedang membicarakan sebagian dari kita, bukan maksud untuk menyamaratakan semuanya. Atas nama cinta, banyak wanita rela kehilangan kehormatannya. Karena alasan ekonomi, banyak pula wanita menjual harga dirinya kepada para pria pemuja hawa nafsu. Sejumlah solusi pun ditawarkan untuk mengurangi ataw bahkan mencegah berlangsungnya fenomena ini. Salah satu yang terdengar adalah wacana tes keperawanan. Tes keperawanan dimaksudkan untuk menguji apakah mahkota seorang wanita masih orisinil ataw tidak.
Dari beberapa refensi tulisan yang telah ku baca, ternyata tema ini sudah cukup ramai dibicarakan. Beberapa waktu yang lalu Propinsi Jambi sempat berniat menyusun RUU tentang tes masuk SMP, SMA dan PT yang didalamnya dimuat salah satu syarat masuk pendidikan formal tersebut dengan melakukan tes keperawanan berupa wawancara. Diharapkan dengan berlangsungnya tes ini, remaja akan berpikir seribu kali untuk terjun dalam praktek seks bebas. Karena berani melakukan hal tersebut, berarti siap melepas kesempatan mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Tetapi masalahnya apakah ketika dilakukan wawancara, calon pelajar bersedia berkata terus terang. Tidak ada yang tahu apa yang pernah dilakukan oleh seseorang selain pelaku, adanya bukti ataupun saksi dan yang Maha Tahu Allah SWT. Kalaupun ada yang berhasil diungkap, selanjutnya mau apa? Apakah lantas anak – anak itu dibiarkan saja tidak bersekolah. Ini justru akan menimbulkan masalah yang lebih parah lagi. Lalu apa kemudian moralitas anak akan meningkat? Motivasi meraih bangku sekolah, tidak cukup kuat untuk mencegah anak melakukan seks bebas, mengingat lemahnya daya pikir anak sekarang yang dimanjakan oleh berbagai fasilitas hiburan seperti film, sinetron, musik, video games serta sejumlah konsep ideal remaja gaul yang ditawarkan media seperti pacaran itu keren dan sebagainya.
Motivasi terbesar bagi seorang manusia dalam berbuat adalah karena ingin ridho Tuhannya. Andai manusia tersebut paham akan jati dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Dan bila sayangnya Allah didapatakan, berarti jaminan akan memperoleh tiket ke syurgaNya, subhanallah. Jadi, penanaman akidah yang kuat oleh ibu sebagai madrasah pertama anak, lingkungan keluarga serta masyarakat yang baik akan membentuk pribadi seorang wanita yang tidak sekedar menghargai harta berharga miliknya berupa keperawanan demi memperoleh bangku sekolah ataw hanya demi menyenangkan hati suaminya kelak. Tapi karena memandang bahwa perbuatan zina itu merupakan dosa besar. Mendekatinya saja Allah melarang, apalagi benar – benar melakukannya.
Bukan, bukan motivasi keduniaan yang mampu mengurangi sekaligus mencegah seks bebas. Tapi motivasi meraih ridhoNyalah yang paling kuat. Sekaligus sistem sanksi yang tegas bila masih terjadi pelanggaran. Cambuk mereka yang belum menikah bila melakukan zina dan razam bagi yang berselingkuh dibelakang suami ataw istrinya. Bisa dipastikan pelaku akan jera dan yang lainnya tidak akan berani berbuat hal yang sama.
Jangan katakan sanksi yang berasal dari Allah itu kejam. Karena ketika saat ini hukum Allah tidak ditegakkan, kekejaman jauh lebih merajalela. Lihat saja betapa banyak bakal bayi yang diaborsi. Diperkirakan 2,4 juta setahun kasus aborsi terjadi akibat pergaulan bebas. Berapa banyak penderita penyakit HIV/ AIDS yang menjadi korban dan tewas karena perbuatan maksiat itu.
Sayang sekali, penguasa negeri ini belum juga mau kembali pada aturan yang berasal dari Allah yaitu syariat Islam. Padahal itulah satu – satunya solusi yang dapat menyelesaikan persoalan ini..

Kuliah..mau apa??

Diposting oleh Arlini , 04 Juni 2011 4.6.11

Ku awali cerita ini dengan mengingat kembali tujuanku untuk kuliah. Waktu itu, aku kuliah untuk memperoleh pekerjaan yang mantap. Tujuan standar yang dimiliki seseorang ketika memasuki jenjang perkuliahan. Untuk tetap bertahan kuliah aku pun harus bekerja. Dan keberanianku memasuki jenjang perkuliahan juga karena alasan telah bekerja. Meski orang – orang disekitarku meragukan keinginanku, karena dianggap tidak akan mampu bertahan dengan kondisi penuh keterbatasan. Pekerjaan yang kurang menjanjikan dan kondisi orang tua yang tak mampu membiayai kuliah, seolah membenarkan anggapan mereka. Tapi aku ingin tetap bertahan, harus bertahan. Kuakui terkadang rasa ragu muncul, apa benar aku bisa melewati ini semua sampai ditujuan akhir kuliahan hingga mendapat gelar sarjana. Tapi dengan motivasi terbesar yang ku dapatkan dari seorang teman yang juga kuliah dalam keterbatasan dana, aku harus maju terus. Tidak ada kata untuk menyerah. Itulah mengapa kujalani perkuliahan dengan serius. Tidak mudah aku duduki bangku kuliah ini. Sia – sia jika kujalani kuliah dengan main – main. Apa nanti yang akan kudapatkan. Begitu mulanya.

Tak terasa saat ini sudah semester delapan. Pergeseran pemikiran pun terjadi, akibat berbagai pengalaman yang ku alami selama perkuliahan. Kalo ku ingat – ingat lagi, ternyata tak semua yang kupelajari dapat di pakai dalam dunia pekerjaan. Bila sewaktu belajar Audit (itu mata kuliah favoritku), kami diajarkan menjadi auditor idealis yang bekerja independen, jujur serta sejumlah etika lainnya. Tampak benar – benar idealis layaknya seorang muslim sejati. Karena etika tersebut sejalan dengan nilai – nilai ajaran Islam. Tapi tau nggak pada akhirnya dosenku bilang apa. “Kalau kalian mempraktekkan apa yang sudah kalian pelajari, bisa dipastikan takkan ada perusahaan yang mau memakai jasa kalian sebagai akuntan publik.” Angan – angan pun kandas. Teori tinggal teori, tak boleh dipraktekkan. Tetap yang berlaku prinsip ‘orang jujur terbujur’. Mau idealis, ke laut aja deh. Kapitalis banget kan.

Bergeser lebih jauh lagi, ternyata cara pandangku terhadap pendidikan itu pun salah. Terlalu sempit jika menempuh pendidikan tinggi hanya untuk sebuah pekerjaan. Dari kajian Islam yang kudapat, ternyata wanita dalam Islam tak wajib bekerja. Perannya dalam kehidupan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Peran itulah yang membuat seorang wanita menjadi mulia dimata Penciptanya. Apakah tidak boleh menuntut ilmu yang tinggi? Tentu saja boleh. Ilmu menjadi tuntunan dalam menapaki hidup. Terutama ilmu agama yang menjadi bekal memahami segala aturan hidup dariNya untuk selanjutnya dilaksanakan dan disampaikan pada yang lainnya. Apa tidak boleh bekerja ? Boleh saja, asal tak melalaikan peran kita sebagai ummu wa rabbatul ba’it.

So, women are as agent of change, lets rise with Islam. Change ur mind from kapitalis to Islam.

Kita Punya Cinta

Diposting oleh Arlini 4.6.11

Naluri meneruskan keturunan namanya. Punya bahasa keren, ghorizah nau’ ( bahasa arab itu emang kereen ). Merupakan salah satu bagian dari potensi naluri yang dianugerahkan Allah pada makhlukNya, baik pada manusia maupun hewan. Kalo seorang pria melihat perempuan cantik, pasti dag dig dug tuh jantungnya. Demikian dengan kucing jantan, melihat kucing betina yang cakep pasti mupeng (hehehe kurang lebih gitu kali yee). Trus kalo melihat anak kecil yang lucu nan imut plus ngegemesin, pasti bawaannya pengen nyubit pipinya. Habis seneng sih. Hewan juga gitu, sayang banget sama anaknya. Coba ganggu anak ayam, jamin deh bakalan dipatok (pengalaman pribadi neh ).
Yups, itulah gharizah nau’. Ketertarikan pada lawan jenis, rasa keibuan, rasa kebapakan, rasa iba dan rasa – rasa kepada yang lainnya. Kita biasa bilang itu cinta atawpun kasih sayang.
Semua juga tau. Trus masalahnya apa?? Nah tu dia, nggak banyak yang mengenali naluri ini dengan baik, bagaimana karakteristik dan cara menempatkannya dengan benar sesuai dengan amanah Sang Pencipta. Allah lebihkan kita atas hewan dengan potensi akal. Maka dengan keistimewaan tersebut, kita nggak boleh sama dong dengan hewan dalam memenuhi naluri itu. Kalo ayam jantan demen sama ayam betina, trus ngapain coba? Nggak kenal tempat, nggak kenal waktu, pasti langsung nyosor aja. Nggak pakek aturan kan tuh. So, kita makhluk paling mulia harus punya aturan lah. Dan aturan yang layak dipakai harusnya dari Sang Khaliq, ya kan. Karena Dia yang paling tau aturan apa yang terbaik bagi makhlukNya.
Bila cinta itu muncul, tanyakan pada dirimu, siapkah kau memikul tanggung jawab baru? Beranikah kau melangkah menapaki jalan yang penuh liku bersamanya? Karena menjalani kehidupan baru itu tak semudah yang kita bayangkan. Bila lahir dan bathin telah mantap, maka menikahlah. Begitu aturan dariNya (Q.S Ar Ru :21). Tapi bila belum mampu, ikuti kata Rasul : “Wahai para pemuda, siapa diantara kalian yang mampu ath-thawl (menyiapkan bekal), maka hendaklah ia menikah, jika tidak maka atasnya berpuasa, karena berpuasa itu merupakan perisai baginya”(HR. Thabrani). Bisa juga dengan mengalihkan pikiran kepada hal lain. Menyibukkan diri dulu deh untuk hal lain yang bermanfaat. Ingat, cuma sementara lo. Menunggu sampai waktunya tiba.
Tapi jangan pernah melakukan zina, meskipun hanya mendekatinya (kalo orang sekarang mengenalnya dengan pacaran). Karena itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk (Q.S Al – Isra’: 32). Allah yang bilang lo ya. Kalo mau marah, marahnya sama yang bilang aja ya, jangan sama aku .
Dapat disimpulkan kalo ghorizah nau’ punya ciri, hanya muncul ketika ada objek yang merangsang kemunculannya. Seorang pria belum akan berpikir untuk menikah kalo nggak melihat perempuan yang menarik, nggak melihat temannya udah berkeluarga, nggak ada suruhan dari orang tua ataw ketiadaan objek lainnya yang membuat dia berfikir kearah sana. Dan naluri itu bukanlah sesuatu yang harus dipenuhi saat itu juga, saat kemunculannya. Buktinya Rasul bilang bisa ditunda dengan puasa. Paling banter cuma gelisah. Nggak sampek mati kok.
Jadi salah besar kalo orang barat berpikir naluri seksual merupakan kebutuhan. Sehingga bila nggak dipenuhi bisa mengancam jiwa seseorang. Lihat aja tuh, karena cara berpikir mereka yang nyeleneh itu, maka mereka merasa bebas melampiaskan nafsunya tanpa aturan Sang Pembuat Aturan. Mengajarkan pada kaum muslim tentang pacaran, sampai berzina. Hingga bermunculanlah masalah di masyarakat yang ketika Daulah Khilafah dulunya tegak, belum pernah dijumpai. Pergaulan bebas, aborsi, penyakit AIDS dan lain sebagainya. Hari ini kita bisa melihat faktanya. Banyak kan ?
Berusahalah untuk keluar dari jeratan pengaruh pemikiran para penikmat kebebasan itu. Kaum muslim adalah umat terbaik yang Allah ciptakan untuk seluruh manusia (Q. S Ali Imran : 110). Hiduplah dengan aturan dari Allah SWT. Ataw derajat mulia yang kita sandang akan lepas, hingga menjadi sederajat dengan hewan, bahkan lebih rendah dari itu (Q.S Al A’raf : 179), naudzubillahi minzalik. Wallahu ‘alam bishawab